Kerja sama pihak sekolah vokasi (SMK) dan dunia usaha serta industri merupakan salah satu bagian dalam manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat yang perlu dikelola dengan baik agar dapat memperoleh manfaat yang diinginkan. Hal ini disampaikan Kepala SMKN 53 Jakarta, Ir. Basuki Rahmad, M.Pd., ketika melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan beberapa kalangan industri, pada 1 Februari 2021 lalu.
Charles Prosser dalam buku Djojonegoro (1998) “Pengembangan sumberdaya manusia melalui SMK” menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan akan efektif jika tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja. Pendidikan kejuruan juga harus melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri. Efisiensi pendidikan kejuruan akan tercapai jika lingkungan tempat peserta didik dilatih merupakan replika lingkungan tempat ia akan bekerja.
Revitalisasi
Sekolah kejuruan merupakan salah satu lembaga pendidikan yang dituntut mampu menghasilkan lulusan tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi dunia industri. Dunia usaha dan industri merupakan mitra sekolah yang dapat menggunakan keluaran lulusan pendidikan serta memiliki peran dalam memaksimalkan proses penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Yang ingin dicapai dari pendidikan vokasi adalah sumber daya manusia berupa lulusan yang terampil, sesuai kompetensi keahlian, serta memiliki daya saing untuk masuk ke dunia industri atau berwirausaha.
Ketika Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), disusul dengan nota kesepahaman antarkementerian terkait, pendidikan vokasi didorong untuk bangkit. Kebangkitan pendidikan vokasi kali ini, boleh dikatakan, menjadi reformasi pendidikan kejuruan ketiga, setelah reformasi pendidikan kejuruan pertama pada 1964 dan 1976.
Inpres ini dikeluarkan, salah satunya, sebagai jawaban atas tantangan global akibat Revolusi Industri keempat. Revolusi Industri 4.0, begitu fenomena ini disebut, adalah revolusi yang menekankan pada pendekatan dan kemampuan baru untuk membangun sistem produksi yang inovatif dan berkelanjutan. Bahkan ketika Rembuknas Pendidikan dan Kebudayaan pada 2019, presiden meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk terus meningkatkan pendidikan vokasi khususnya untuk guru. Guru yang produktif, bukan yang normatif.
Guru Produktif
Terdapat enam isu strategis yang menjadi prioritas revitalisasi SMK, yakni penyelarasan dan pemutakhiran kurikulum, inovasi pembelajaran, pemenuhan dan peningkatan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan, serta kemitraan sekolah dengan dunia usaha dan industri dan perguruan tinggi, standarisasi sarana dan prasarana utama, serta pengelolaan kelembagaan.
Di SMK terdapat guru normatif, guru adaptif, dan guru produktif. Guru normatif adalah guru yang mengajar mata pelajaran (mapel) Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, kemudian guru adaptif adalah guru yang mengajar mapel Biologi, Fisika, Matematika, dan sedangkan guru produktif adalah guru yang mengajar mapel yang sesuai dengan kejuruannya.
Selain dituntut memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial, guru kejuruan dalam program produktif perlu memiliki karakteristik dan persyaratan kompetensi profesional yang spesifik, antara lain memiliki keahlian praktis yang memadai pada semua bidang studi produktif, mampu menyelenggarakan pembelajaran yang relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja, mampu merancang pembelajaran baik di sekolah maupun di dunia usaha dan industri.
Peran guru produktif adalah memberi bekal materi pembelajaran yang diawali dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang selanjutnya menilai proses dan memperbaiki sistem pembelajaran di kelas dengan mengutamakan materi yang dapat menunjang peserta didik untuk aktif, berpikir kreatif dan inovatif.
Salah satu pemegang kendali optimalisasi pembelajaran vokasi adalah keberadaan dan kesiapan kompetensi guru produktif ini. Kondisi saat ini terdapat 32.153 guru produktif SMK di Indonesia yang terdiri 17.862 di SMK Negeri dan 14.291 di SMK swasta.
Peningkatan kompetensi guru produktif merupakan upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan keahlian yang maksimal dalam mutu pembelajaran peserta didik di sekolah kejuruan. Hal ini berdampak pada peningkatan kemampuan dan keahlian peserta didik. Kemampuan kompetensi guru produkif di SMK merupakan kunci utama bagi keberlangsungan proses pembelajaran yang berdampak pada keluarannya: peserta didik yang kompeten.
Adanya program link and match melalui kerja sama antara SMK dengan dunia usaha dan industri diharapkan dapat meningkatkan kualitas lulusan SMK sesuai dengan standardisasi industri. Kerja sama ini perlu memperhatikan enam isu strategis terkait revitalisasi SMK yang menjadi bahan evaluasi dalam peningkatan kompetensi guru produktif.
Lulusan SMK diharapkan dapat unggul dalam bidangnya dan langsung terserap ke dunia industri. Bentuk kerja sama yang dilakukan oleh industri dengan sekolah dapat berupa pelatihan untuk guru, tempat praktik peserta didik, memberikan bantuan peralatan, hingga menyerap lulusan SMK langsung dipekerjakan di industri tersebut.
Untuk mewujudkan program revitalisasi SMK tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi menuangkan dalam kebijakan dan Program tahun 2021 yang dikenal dengan “Link and Match Vokasi 8 + 1” untuk menciptakan lulusan yang kompeten, terampil, dan sesuai melalui kegiatan Guru Tamu, Magang, Sertifikasi, dan Pelatihan.
Kemitraan
Dalam melaksanakan kemitraan, sekolah perlu mengetahui keinginan dan kebutuhan pihak dunia usaha dan industri sehingga berdampak terhadap pengelolaan pembelajaran di sekolah. Bagi pihak dunia usaha dan industri sendiri diharapkan mereka mampu menjadi fasilitator dalam menyediakan sarana pembelajaran untuk tempat pelatihan atau mempraktikkan ilmu yang diperoleh guru produktif dan peserta didik di sekolah. Selain itu, hal ini merupakan upaya untuk memperkenalkan peserta didik dengan dunia kerja dan memberikan pengalaman kerja yang dibutuhkan.
Kerja sama sekolah dengan pengguna keluaran ini diartikan sebagai jalinan untuk berhubungan secara kelembagaan yang saling menguntungkan antara pihak sekolah dengan pihak dunia usaha dan industri dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan dan latihan. Lulusan SMK yang terampil tidak lepas dari penyediaan dan kesiapan guru produktif yang berkualitas. Keberadaan dan kemampuan guru produktif akan menyesuaikan kebutuhan industri dan dunia kerja.
Rasa saling percaya di antara kedua belah pihak akan menjadi sebuah komitmen dalam bentuk surat perjanjian yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan dan Kepala Sekolah melalui negosiasi. Negosiasi MoU diperlukan dan merupakan langkah strategis bagi SMK untuk menjalin kerjasama secara formal dengan dunia usaha dan industri. Adanya MoU akan memberikan kemudahan bagi SMK untuk merealisasikan semua programnya, seperti Praktik Kerja Lapangan, Program Guru Tamu, Sinkronisasi Kurikulum, Program Kunjungan Industri, Rekrutmen Karyawan, dan Program Kelas Industri
Kemitraan juga dapat dilakukan dalam bentuk seperti Uji Kompetensi Kejuruan (UKK) yang tujuannya untuk mengetahui kompetensi guru dan siswa sesuai standar kompetensi di dunia industri dan on-job training yang berguna bagi guru untuk menambah ilmu baru yang diterapkan dalam pembelajaran. Umumnya, industri memiliki program corporate social responsibility yang dapat dimanfaatkan untuk membantu pendidikan vokasi dalam bentuk peralatan praktik dan beasiswa.
Komunikasi dunia pendidikan dan dunia industri adalah hal mutlak yang diperlukan. Implementasinya adalah dalam bentuk pemberdayaan guru produktif baik oleh sekolah maupun dunia usaha dan industri. sumber disini
Tinggalkan Komentar